Sebagai Kesadaran Berbangsa,
Nasionalisme Tidak Akan Menghilang
Posted:
Wed, 2010-05-19 15:18 — agung
Bagi kalangan tertentu, keprihatinan
terhadap semangat nasionalisme terkadang dipandang sebagai sikap konservatif.
Namun, dalam konteks berbangsa, keprihatinan ini sesungguhnya sebuah fakta
bahwa kredibilitas Pancasila memang sedang merosot dan pendidikan
kewarganegaraan tidak populer lagi. "Sebab musababnya bisa bermacam-macam.
Namun, hal yang patut kita pertanyakan, apakah fenomena ini mengindikasikan
masa depan berbangsa kita sedang terancam?," kata M. As'ad Said Ali, Rabu
(19/5), di Balai Senat UGM.
Wakil
Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) ini mengatakan hal tersebut saat menjadi keynote
speaker Sarasehan Pancasila bertema "Nasionalisme dan Pembangunan
Karakter Bangsa". Dikatakannya bahwa sejak reformasi, masyarakat memang
mengalami perubahan radikal.
Reformasi dinilai telah mengantarkan bangsa
Indonesia pada dunia baru yang sama sekali lain, terbuka dan liberal, di tengah
sebuah arus yang disebut globalisasi. Ia tidak hanya mengubah selera dan gaya
hidup satu masyarakat bangsa menjadi sama dengan bangsa lain, bukan hanya itu
saja, tetapi
juga menyatukan orientasi dan budaya menuju satu budaya dunia (world culture).
Penyatuan
dan penyeragaman itu kian hari bahkan semakin intensif, massal, dan menyeluruh.
Hal itu, menurut Said Ali, karena kontak kebudayaan bersifat fisik dan
individual. "Sarananya adalah media komunikasi dan informasi yang bisa
diakses oleh siapa pun dan di mana pun. Kontak kebudayaannya bersifat massal
dan melibatkan sejumlah besar orang," tuturnya.
Dalam
pandangan Said Ali, perkembangan dan pengaruh kapitalisme transnasional kian
kokoh dan meluas menggantikan kapitalisme negara. Bahkan, dalam diplomasi
internasional pun kini muncul yang disebut sebagai mikro-diplomasi. Semua
perkembangan ini menegaskan negara bukan lagi satu-satunya entitas yang
memungkinkan hubungan antarbangsa dapat terjadi. "Hubungan antarbangsa
menjadi kian terbuka. Kelompok masyarakat, bahkan individu pun dapat
melakukannya. Pertanyaannya, bagaimana nasib nasionalisme?," ujarnya
dengan nada bertanya. Meski begitu, Said Ali masih
memiliki sikap optimis terhadap nasionalisme. Sebagai sebuah kesadaran,
nasionalisme tidak akan menghilang sepanjang nation state ada sebab
hubungan keduanya ibarat tulang dan daging. Globalisasi memang merelatifkan
batas antarnegara (borderless), mengubah selera dan gaya hidup satu
masyarakat bangsa menjadi sama dengan bangsa lain, serta menyatukan orientasi
budaya menuju satu budaya dunia (world culture). "Namun, itu sama
sekali tidak akan menghilangkan nation state. Negara bangsa tetap
dibutuhkan oleh setiap orang, sehebat apa pun arus globalisasi itu. Bahkan,
oleh kaum eksil sekalipun karena seseorang mutlak memerlukan identitas politik
dan sosial," tambahnya.
Sementara
itu, Sekretaris Eksekutif UGM, Drs. Djoko Moerdiyanto, M.A., dalam sambutannya pembukaan sarasehan mengatakan UGM
melalui Pusat Studi Pancasila ingin mengangkat semangat nasionalisme melalui
empat pilar yang dimiliki, yaitu Majelis Wali Amanat, Pimpinan Universitas,
Majelis Guru Besar, dan Senat Akademik. Bangsa Indonesia tampaknya membutuhkan
sumbang pikir dari empat pilar ini guna memberikan kecerdasan kolektif. Dengan
langkah itu diharapkan dapat mengangkat kesejahteraan dan memunculkan karakter
unggul serta mampu menjunjung tinggi harkat martabat manusia. "Dari
sarasehan ini, kami berharap muncul kesadaran dan kepedulian terhadap persoalan
kebangsaan," ujar Djoko Moerdiyanto. (Humas UGM/ Agung)
·
Review
Bagi kalangan tertentu, keprihatinan terhadap semangat
nasionalisme terkadang dipandang sebagai sikap konservatif. Namun, sebuah fakta
bahwa kredibilitas Pancasila memang sedang merosot dan pendidikan
kewarganegaraan tidak populer lagi.
Reformasi dinilai telah mengantarkan bangsa
Indonesia pada dunia baru yang sama sekali lain, terbuka dan liberal, di tengah
sebuah arus yang disebut globalisasi. bukan hanya itu saja, tetapi juga menyatukan orientasi dan
budaya menuju satu budaya dunia (world culture).
Penyatuan
dan penyeragaman itu menurut Said Ali, karena kontak kebudayaan bersifat fisik
dan individual.
Dalam
pandangan Said Ali, perkembangan dan pengaruh kapitalisme transnasional
menggantikan kapitalisme negara. Bahkan, kini muncul yang disebut sebagai
mikro-diplomasi. Said Ali masih memiliki sikap optimis terhadap nasionalisme.
Globalisasi memang merelatifkan batas antarnegara (borderless), menuju
satu budaya dunia (world culture). "Namun, itu sama sekali tidak
akan menghilangkan nation state. Negara bangsa tetap dibutuhkan oleh
setiap orang, sehebat apa pun arus globalisasi itu. Bahkan, oleh kaum eksil sekalipun
karena seseorang mutlak memerlukan identitas politik dan sosial,"
tambahnya.
Sekretaris
Eksekutif UGM, Drs. Djoko Moerdiyanto, M.A., dalam sambutannya ingin mengangkat semangat
nasionalisme melalui empat pilar yang dimiliki, yaitu Majelis Wali Amanat,
Pimpinan Universitas, Majelis Guru Besar, dan Senat Akademik. Dengan langkah
itu diharapkan dapat mengangkat kesejahteraan dan memunculkan karakter unggul
serta mampu menjunjung tinggi harkat martabat manusia.
·
Persoalan
1. Kredibilitas Pancasila merosot dan
pendidikan kewarganegaraan tidak populer lagi.
2. Reformasi mengantarkan bangsa
Indonesia pada arus
globalisasi menuju satu budaya dunia (world culture).
3. Keinginan mengangkat semangat nasionalisme
melalui empat pilar yaitu, Majelis Wali Amanat, Pimpinan Universitas, Majelis Guru
Besar, dan Senat Akademik.
·
Solusi
Perlu adanya
perhatian khusus dari semua kalangan, mengenai merosotnya kredibilitas
Pancasila dan hilangnya minat tentang pendidikan kewarganegaraan. Jelas ini menjadi
masalah yang cukup penting untuk masa depan bangsa dan negara. Namun, semua itu
akan kembali normal jika pendidikan kewarganegaraan mulai ditekankan. Tentunya,
dimulai dari anak usia dini, pelajar SD, SMP, SMA, bahkan di Perguruan Tinggi
seluruh Fakultas. Memberikan penekanan terhadap lembaga pendidikan dan instansi
- instansi agar menyelenggarakan upacara Bendera yang dilaksanakan rutin hari
Senin dan upacara – upacara Hari Besar Nasional lainnya. Berikan sanksi tegas
pada instansi yang tidak melaksanakannya. Seminar, workshop, pelatihan atau
diskusi juga akan mengembalikan semangat dan paham kewarganegaraan. Semoga
masyarakat tidak lagi enggan mempelajari dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dalam hal ini Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Ketika masalah
pertama sudah terpecahkan janganlah terlena karena, masalah lain ada di depan
mata. Tentunya ujian lain akan banyak menerpa untuk menggoyahkan kekuatan kita.
Globalisasi merupakan masalah mendunia yang dapat mengubah suatu Negara menjadi
Negara lain jika, tidak disikapi secara dewasa. Globalisasi boleh masuk di
Negara ini. Namun, identitas harus tetap terjaga. Jadikan saja budaya asing
yang masuk ke negara ini sebagai pembelajaran dan tolak ukur untuk
mengembangkan budaya sendiri. Bukan malah lebih sibuk mempelajari budaya asing
hingga mengabaikan budaya dan identitas sendiri. Apa lagi menghilangkan dan
menggantinya dengan budaya luar. Perhatikan budaya – budaya tradisional yang
saat ini juga mulai terkikis karena pemudanya tidak lagi tertarik. Ironis
sekali jika ada anak seusia SD lebih tahu tentang K-POP dibandingkan dengan
budaya asli tanah kelahirannya. Intinya, globalisasi bisa kita ambil baiknya
saja, tanpa mengabaikan norma dan identitas bangsa dan negara sendiri demi
tetap menjaga semangat nasinalisme.
Keinginan mengangkat semangat nasionalisme
melalui empat pilar yaitu, Majelis Wali Amanat, Pimpinan Universitas, Majelis Guru
Besar, dan Senat Akademik, hanya akan menjadi isapan jempol belaka. Jika, empat
pilar itu sendiri tidak memiliki semangat nasionalisme yang besar. Langkah ini
tergolong bagus, tapi butuh perjuangan besar. Semuanya akan terasa baik jika
diawali dari pemimpin yang menjadi kiblat bagi banyak orang. Semoga pula hal
itu tidak hanya menjadi opini namun, segera diambil tindakan. Karena, jika
dibiarkan berlarut – larut maka Indonesia harus siap kehilangan pemegang
tongkat estafet kepemimpinan masa depan. Sebab mereka sudah tidak paham lagi
tentang bangsa dan negaranya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar